Bertengkar dengan anak, adalah hal yang biasa kita alami sehari-hari. Di sini lah sisi positif ibu rumah tangga terletak, yaitu kita lebih percaya diri untuk menegakkan batasan. Kita yakin dengan otoritas kita, dan kita tidak merasa bersalah saat melarang atau memarahi anak, karena kita tau bahwa anak kita sudah cukup merasa dicintai oleh kita.
Akan tetapi, di sisi lain, stress yang kita alami, menjadi sisi negatif yang membuat kita lebih berisiko untuk 'mudah meledak'. Rasa lelah yang bertumpuk-tumpuk karena pekerjaan yang tiada habisnya, rasa jengkel karena begitu pendeknya waktu pribadi kita, rasa jenuh karena terbatasnya relasi dan komunikasi kita dengan orang dewasa lain, itu semua menjadi sumber stress yang sering kita sendiri kurang menyadarinya. Kita tidak menyadari bahwa stress itu perlahan-lahan tertimbun dan heran mengapa tiba-tiba suatu saat kita merasa bad mood, begitu suntuk dan mudah tersulut emosi.
Ledakan emosi menjadi bagian yang tak terelakkan dalam mengasuh anak, dan semua orangtua melakukan kesalahan ini, termasuk ibu terbaik sekalipun. Lantas, pertanyaannya, bagaimana efeknya untuk anak? Ledakan emosi ini otomatis diikuti oleh rasa bersalah, dan kita khawatir anak mengalami imbas negatif dari perilaku kita yang buruk itu.
Adalah baik bagi anak untuk mengalami sisi kemanusiaan dari diri kita, yaitu bahwa kita, sebagai orangtua, tetaplah manusia biasa yang punya kelemahan. Akan tetapi, ada hal lain yang perlu dilakukan untuk mencegah efek negatif terhadap relasi anak-orangtua, yaitu berdamai dengan anak.
Segeralah berdamai dgn anak. Hal ini penting agar anak nantinya bisa memahami bhw cinta
dan benci adalah perasaan-perasaan yg sama dalam satu tali/garis, dgn
cinta di ujung satunya dan benci di ujung satunya lagi. Dalam sebuah relasi, kita berjalan-jalan di antara ujung2 itu, kadang
kita merasa sangat sayang, tapi kadang kita merasa marah dan benci. Tapi, benci tetap tidak terpisah dengan cinta.
Berdamai
tidak berarti kita menuruti kemauan anak, tapi kita jelaskan bahwa yg
dilakukan anak itu tidak baik, dan membuat kita marah. Mintalah agar anak meminta maaf kepada kita. Tapi kemudian kita juga meminta maaf
atas perilaku kita (yg 'meledak') dan membuat anak takut. Khusus untuk
teriakan, menurut saya pribadi, tidak perlu kita meminta maaf, karena
teriakan adalah salah satu cara menunjukkan keseriusan/ketegasan kita dalam memberi batasan kepada
anak. Akhiri dengan pelukan.
Penegakan batasan, memang menjadi bagian tersulit dalam mengasuh anak. Namun ada prinsip yang bisa memperlancar proses setting limits ini.
1. Kasih, otonomi, dan batasan, harus dlm porsi seimbang. Semakin kita
ingin meningkatkan dan mempertegas batasan, semakin kita harus
meluangkan waktu untuk membuat anak merasa dicintai. Selain hal ini
membuat efektif setting limits, ini juga bertujuan agar kita tidak merasa
bersalah saat bertindak tegas kepada anak.
2. Beri cukup warning kepada
anak sebelum kita 'meledak.' Tingkatkan volume suara dan ekspresi
wajah. (Ayo, coba latihan dari level 1-10
). Ini penting agar anak merasa aman karena merasa bahwa dia bisa
memprediksi tindakan kita. Bayangkan kalau kita hanya memberi peringatan
halus (level 1), kemudian tiba-tiba loncat ke level 10 (teriakan super keras
dgn tindakan kasar menyeret anak), pasti anak akan terkejut dan sangat takut.
Batasan harus ditegakkan, karena tanpa batasan, anak justru akan merasa ketakutan dan tidak aman, karena dia tidak tahu sejauh mana dirinya akan sampai jika tidak ada orang lain yang memasang 'pagar' itu. Sebagai contoh, jika kita memperingatkan anak saat anak mulai bertindak agresif menyakiti adiknya, dia justru akan merasa aman karena tahu bahwa rasa marahnya tidak akan berlanjut sampai pada tingkat yang membahayakan keselamatan adiknya, yang tentu saja akan ia sesali.
Kadang saya berpikir bahwa mendidik anak adalah bagaikan mengendalikan kuda delman. Kita bertanggung jawab untuk mengarahkan, menjaga agar anak kita tidak salah jalan, dan itu tentu saja bukan tugas ringan. Setiap hari adalah perjuangan. Tapi inilah tugas mulia yang diberikan Tuhan, dan pasti kita akan mampu melakukannya. :)
Menjalani peran ibu rumah tangga full-time, mempunyai tantangan tersendiri. Blog ini ditujukan untuk memberikan dukungan kepada Anda, para ibu yang memilih untuk mendedikasikan hidup demi mengasuh anak.
Sabtu, 20 Desember 2014
Rabu, 17 September 2014
PR untuk Ibu
Setiap tahap perkembangan membutuhkan stimulasi dan bentuk dukungan khusus. Berikut akan dibahas apa saja dukungan yang perlu diberikan untuk mendukung tiap tahap perkembangan emosi anak berdasarkan teori Stanley I. Greenspan, M.D. (Cukup panjang dan membosankan untuk dibaca ya... hehe.. tapi inilah PR kita. Semangat!)
0-3 bulan
Membantu bayi :
0-3 bulan
Membantu bayi :
1. Bereaksi terhadap stimulus-stimulus
sensorik
Yaitu
dengan memberikan beraneka stimulus :
Stimulus
suara : mengajak bicara, membunyikan mainan-mainan yg berbunyi.
Stimulus
visual : memberikan mainan berwarna-warni, menunjukkan ekspresi wajah
Stimulus
sentuhan : memberikan boneka berbulu halus
Stimulus
gerak di udara : mengayun-ayun bayi
2. Mengatasi over-excitability (untuk bayi yang terlalu sensitif)
Dilakukan
dengan secara bertahap memberikan stimulus yang membuat bayi merasa kurang
nyaman, dimulai dari intensitas yang bayi merasa nyaman dengannya, kemudian
ditingkatkan perlahan-lahan sampai pada intensitas yang bayi merasa tidak
nyaman. Latih bayi untuk tetap tenang dan ‘tidak kacau’ menghadapi
stimulus-stimulus tersebut. Contoh : memberikan musik yang sangat lembut,
kemudian diperkeras suaranya, atau diganti jenisnya ke musik-musik yang beritme
cepat.
3. Mengatasi under-arousal (untuk bayi yang hiposensitif)
Menyajikan
stimulus-stimulus yang menarik bagi bayi, yang bisa menarik perhatian bayi,
contoh : berbicara dengan suara yang lebih bersemangat, memberikan mainan yang
berwarna mencolok.
4. Menggunakan indera yang lemah
Dilakukan
dengan memberikan stimulus yang bayi mempunyai penerimaan lemah terhadap
stimulus tersebut bersamaan dengan stimulus yang bayi mempunyai penerimaan baik
terhadapnya. Contoh : bayi yang lemah dalam penggunaan indera telinga,
distimulasi dengan memberikan stimulus suara bersamaan dengan stimulus visual
(yang lebih disukainya), sehingga sambil berbicara kita menunjukkan benda-benda
atau gambar.
2-7
bulan
Membantu bayi :
1. Membentuk relasi dengan Anda
Yaitu
dengan cara :
- Menunjukkan
sikap hangat dan menarik. Berikan bahasa-bahasa kasih, senyuman, pelukan,
ciuman.
- Membuat bayi
merasa nyaman saat mengalami kehadiran Anda.
2. Bereaksi terhadap sapaan Anda
- Menyapa bayi
dengan stimulus-stimulus yang membuatnya merasa nyaman (sesuaikan dengan
sifatnya yang hipersensitif atau hiposensitif). Tepat sebelum bayi merasa
bosan, segera ganti aktivitas ‘menyapa’ ini. Jangan terlalu lama
menstimulasi bayi. Bayi butuh saat-saat relaks, dan dia menikmati
kebersamaan dengan Anda dalam saat-saat relaks ini juga, jadi cukup Anda
hadir di sana menemani dia. Dia butuh saat-saat santai namun dengan rasa
aman bahwa Anda ada di dekatnya. “Simply
relaxing together.”
Jika
bayi menunjukkan rasa marah terhadap stimulasi, tetaplah tenang dan jangan
menyalahkan diri sendiri. Berusahalah untuk menyapa dia dengan bahasa-bahasa
kasih sambil mencari-cari jenis stimulasi yang disukainya.
3-10
bulan
Membantu bayi :
1. Berinteraksi timbal balik
Hal
yang bisa dilakukan :
- Tarik
perhatian bayi
- Cari gerakan
apa yang bisa dilakukan bayi Anda dan lakukan itu agar ia bisa
mengikuti/mencontoh Anda (misal : tersenyum, memegang pipi).
2. Mengalami emosi-emosi
Cobalah
merespon ekspresi emosi bayi secara simpatik.
Berikut
ini adalah jenis-jenis emosi yang cenderung ditunjukkan bayi :
- Rasa ingin
tahu
- Rasa
tergantung (keinginan manja)
- Rasa sayang
- Rasa marah
Berikan
kesempatan kepada bayi untuk mengekspresikan emosi-emosi itu dan
berhati-hatilah untuk tidak menunjukkan penolakan ekstrim terhadap salah satu
jenis emosi tertentu supaya tidak menghambat perkembangan area emosinya.
(Orangtua yang membentak anak saat anak menunjukkan rasa marah, akan membuat
anak menganggap bahwa marah adalah emosi yang tidak baik yang harus
dilenyapkan/ditekan sesegera mungkin).
3. Melakukan aktivitas yang melibatkan
beberapa fungsi indra.
Contoh
: main cilukba (melibatkan mata, telinga, gerak).
9-18
bulan
Membantu bayi :
1. Mengorganisir emosi dan perilakunya
Dengan
cara :
- Mengajak
beraktivitas sesuai moodnya.
- Merespon
perilakunya yang memberikan sinyal-sinyal emosi untuk kita (perilaku yang
mengekspresikan emosinya).
2. Menjadi tetap terkendali saat mengalami
emosi-emosi.
Dengan
cara :
- Membacakan
emosi bayi. Contoh “Kamu marah ya…”
- Mengajarkan
cara ekspresi emosi yang lebih tepat. Contoh : “Ayo, jangan menangis, coba
tunjukkan mana yang kamu mau.”
- Saat bayi
menjadi kacau, ajak ia berpaling ke aktivitas yang membuat dia merasa
senang dan tenang lagi, sambil memberikan sikap hangat dan menenangkan
(yang membuat dia merasa aman).
3. Memahami fungsi benda-benda
Tunjukkan
berbagai benda dan fungsinya, cara memakai/menggunakannya.
4. Merasa tetap dekat dengan Anda walaupun
berpisah jarak dengan Anda
Cobalah
untuk pergi dari sisinya (misal : pergi ke ruang sebelah atau pergi beberapa
meter darinya). Saat itu, pastikan Anda tetap berkomunikasi lewat tatapan mata,
suara.
Tetap
berikan waktu yang banyak untuk saling peluk. Ia butuh menyeimbangkan antara
kebutuhannya akan kemandirian dan ketergantungan.
5. Menghormati batasan/peraturan
Berikan
beberapa peraturan, misal : larang dia untuk menuang air di lantai, makan di
dalam kamar tidur, membuka roll tissue WC. Jangan langsung menjauhkan anak dari
benda yang tidak boleh dipegang/dimainkannya, tapi katakan dulu “Kamu tidak
boleh …”
Beri
alternatif kepada anak untuk menyalurkan protesnya “Kamu tidak boleh memukul
mama, tapi kamu bisa memukul bantal.”
6. Mengembangkan kepribadian yang unik
- Sering
menghabiskan waktu bersama anak agar dia merasa berharga.
- Mendukung dan
mengagumi inisiatif anak.
Karena masa ini adalah tahap di mana anak
mengembangkan sense of self-nya, maka
hargai kemampuan-kemampuan barunya dan ikuti inisiatif anak.
18-36
bulan
Membantu anak :
1. Mengkonstruksi ide
- Bermain
bersama anak, menunjukkan sikap antusias terhadap aktivitas yang sedang
digemari anak.
- Gunakan
aktivitas yang sedang digemari anak untuk mengenalkan permainan pura-pura.
- Bantu anak
mengenal fungsi berbagai objek serta peran orang-orang.
- Berikan
kesempatan kepada anak untuk berfantasi, namun kemudian tegaskan tentang
realita.
2. Bersikap positif terhadap berbagai jenis
emosi
- Bermain
pura-pura dengan melibatkan topik-topik emosi : kemarahan, kesedihan,
kecemasan.
- Membaca
ekspresi emosi anak lewat perilakunya.
- Mendiskusikan
perasaan-perasaan anak dengan empati (penuh pemahaman).
3. Menggunakan ide emosional ketika mengalami
stress
Dilakukan
dengan cara :
Terbiasa
mengungkapkan perasaan lewat kata-kata, berbicara asertif. Saat memarahi anak,
menjelaskan lewat kata-kata yang menggambarkan perasaan, tidak hanya langsung
menghukum. Contoh : “Mama marah ketika kamu lempar dengan mainanmu”.
4. Mengembangkan keunikan
- Memberi ruang
kepada sifat-sifat uniknya.
- Memberi pujian
secara personal tentang kelebihan uniknya. Contoh : “Mama suka rumah yang
kamu buat.” “Mama suka pilihan
warnamu.”
5. Menggunakan kata-kata untuk mendeskripsikan
Dukung
anak untuk menguasai perbendaharaan kata yang banyak dengan rajin mengenalkan
benda-benda.
30-48
bulan
Membantu anak :
1. Memahami hubungan sebab-akibat
Dengan
cara :
- Membalas
komunikasi anak, dan mengarahkan pembicaraan pada hal-hal yang logis.
- Memberi
kesempatan kepada anak untuk berinteraksi, bermain bersama teman-temannya.
- Menemani anak
bermain pura-pura, dengan mengikuti arahan cerita anak maupun menambah topik-topik
cerita.
2. Menggunakan ide-ide dalam cakupan wilayah
emosi yang luas.
Perhatikan
emosi-emosi apa yang membuat anak merasa tidak nyaman, misalnya :
- Rasa kehilangan,
perpisahan
- Rasa marah dan
keinginan agresif (menyerang, membalas orang lain)
- Rasa ingin
tahu tentang tubuh
- Rasa
tergantung pada orang lain, cinta dan intimacy.
- Keinginan
untuk mandiri
Bantu
anak untuk menerima emosi-emosi itu dengan cara :
- Mengajak
bicara tentang perasaan-perasaannya berkaitan dengan peristiwa-peristiwa.
- Menjaga
kondisi tetap terkendali dengan bereaksi tenang saat anak sedang kacau.
3. Menggunakan fantasi namun tetap memahami
realita, bisa membedakan fantasi dengan realita
Menerima
dengan antusias fantasi yang diceritakan anak, namun di akhir, tetap menegaskan
realita.
4. Berelasi dalam lingkaran relasi 3 orang
Bantu
anak membangun relasi seimbang dengan ayah dan ibunya. Dukung ia untuk dekat
pada ibu maupun ayahnya.
Kadangkala,
Anda boleh berada di pihak anak, bersekutu dengan anak, tapi biarkan anak tahu
bahwa Anda tetap mencintai pasangan Anda. Izinkan juga anak bersekutu dengan
pasangan Anda untuk ‘melawan’ Anda, tapi Anda segera menyambut anak kembali
ketika ia ingin bersama Anda lagi. Anak perlu merasa aman karena mengetahui perseteruan,
pertengkaran adalah hal yang wajar terjadi dan bersifat sementara saja, namun
relasi cinta itu takkan pernah goyah. Anak perlu juga mengetahui bahwa ia tak
akan bisa menggoyahkan hubungan cinta antara ayah-ibunya. Kestabilan relasi
suami-istri adalah hal yang penting untuk memupuk rasa aman anak.
5. Mencapai stabilitas emosi
- Mengatasi perasaan
kehilangan dan perpisahan
Bantu
anak menjadi lebih mandiri dengan mengajak anak berinteraksi dan bersahabat
dengan temannya.
Saat
anak tidak mau berpisah, bantu ia untuk tenang, kemudian ajak bicara tentang
perasaannya, kekhawatirannya. Ajak ia berpikir bahwa fantasi menakutkan yang
dipikirkannya itu bukan realita.
- Mengatasi
perasaan marah dan agresif
Saat
anak marah, tunjukkan empati lewat kata-kata, tapi tetap berikan batasan yang
tegas terhadap perilakunya.
Jangan
biarkan kemarahan anak membuat Anda kacau atau takut. Bantu anak untuk kembali
tenang dan segera berdamai, menyambut anak saat ia selesai marah.
- Mengelola perasaan
ingin tahu tentang tubuh
Beri
kesempatan kepada anak untuk menyalurkan rasa ingin tahunya, tapi jangan
biarkan ia melebihi batas-batas privasi Anda dan orang-orang. Ajarkan ia untuk
menghormati privasi orang lain.
Sabtu, 05 April 2014
Pengasuhan dan Pendidikan yang Semakin Impersonal
Stanley I. Greenspan, M.D. dan T. Berry Brazelton, M.D. dalam bukunya "The Irreducible Needs of Children" mengatakan keprihatinan mereka atas situasi zaman ini, di mana dunia berubah menjadi semakin impersonal, termasuk dalam hal pengasuhan dan pendidikan.
Semakin impersonalnya dunia bisa dilihat dari relasi antar teman, antar anggota keluarga, yang mana mode komunikasinya telah berubah menjadi semakin impersonal, kehilangan sentuhan personal, bahkan saat-saat kebersamaan yang ada pun atmosfer nya impersonal. Interaksi satu sama lain semakin sedikit.
Semakin impersonalnya dunia bisa dilihat dari relasi antar teman, antar anggota keluarga, yang mana mode komunikasinya telah berubah menjadi semakin impersonal, kehilangan sentuhan personal, bahkan saat-saat kebersamaan yang ada pun atmosfer nya impersonal. Interaksi satu sama lain semakin sedikit.
Semakin impersonalnya pengasuhan dan pendidikan anak, bisa dilihat dari fenomena dalam keluarga di mana anak-anak kurang diayomi secara emosional dengan kehangatan. Anak-anak diberi 'institutional love' (cinta 'buatan'), karena mereka diasuh oleh orang lain yang bukan orangtua, bahkan dititipkan di tempat penitipan anak.
Perubahan dunia menjadi semakin impersonal, juga dapat dilihat dari pendekatan yang digunakan, yaitu semakin berorientasi pada teknologi, bersifat konkrit, dan materialistis. Contohnya, sistem kesehatan mental (psikiatri) semakin menekankan pada penggunaan obat daripada psikoterapi; penanganan gangguan perilaku anak (psikologi), dilakukan dengan penegakan disiplin menggunakan metode hadiah-hukuman, dan berfokus pada penegakan disiplin saja semata-mata; pendidikan lebih berorientasi pada penggunaan materi pelajaran. Pendekatan yg berbasis pada kasih sayang, semakin ditinggalkan.
Pertanyaannya, mengapa dunia berubah dramatis menjadi semakin impersonal, semakin menepis sisi-sisi kemanusiaan? Mengapa kita berinteraksi dengan anak, dengan keluarga, dengan cara-cara yang semakin impersonal?
Jawabnya adalah karena meskipun manusia punya dua sisi (yg bagaikan dua sisi kepingan koin) -
- competitive mastery, yaitu sisi kompetitif dengan sifat kemandirian, kemampuan diri.
- nurturing care, yaitu sisi ketergantungan, dengan sifat lemah, rapuh, tidak berdaya, membutuhkan perhatian orang lain
- manusia tidak nyaman dengan sisi ketergantungan itu, dan lebih nyaman dengan sisi kompetitifnya.
Manusia memandang bahwa untuk hidup, kemampuan berkompetisilah yang lebih penting, sehingga lebih fokus mengembangkan kemampuan diri sendiri untuk bertahan hidup dan berkompetisi. Sementara itu, karena merasa tidak nyaman dengan sisi nurturing care yang mengandung kelemahan dan ketergantungan, manusia pun jadi berusaha menolak sisi kelemahan dan ketergantungannya ini. Dan ini juga lah yang secara tidak langsung mengakibatkan orangtua fokus mengasah kemampuan anak untuk mandiri, berjuang sendiri, mengembangkan kemampuan diri, sementara sisi ketergantungan anak berusaha ditekan.
Pertanyaan selanjutnya, mengapa ini baru terjadi sekarang?
Di masa lalu, peran mengayomi, yang menerima sisi ketergantungan, kelemahan, terletak dan terealisir pada peran maternal (ibu). Sementara ayah menjalankan peran sisi kompetitifnya. Saat itu, ibu diharapkan tinggal di rumah bersama anak-anak dan menikmati kesenangan dari peran merawat, mengayomi, bukan menikmati kesenangan dari sebuah karir kompetitif. Sekarang, hal itu sudah berubah. Kesetaraan jender menyebabkan wanita juga mempunyai hak untuk menikmati kesenangan dari karir (mengambil sisi kompetitif). Sebenarnya, hal ini baik, karena dengan keadaan yang adil demikian, pria juga mengemban tugas mengasuh anak. Akan tetapi, masalahnya adalah untuk mencapai lagi keseimbangan antara sisi nurturing care dan sisi kompetitif (sebagaimana jaman dulu), praktek di lapangan nya sangatlah sulit. Belum ditemukan jalan untuk mengembalikan keseimbangan itu.
Kamis, 27 Februari 2014
Pentingnya Relasi dalam 3 Tahun Pertama
Pada usia 0-3 tahun, seorang anak idealnya mempunyai relasi yang kokoh dengan satu pengasuh utamanya (primary caregiver), demikian kata Stanley I. Greenspan, M.D. dan T. Berry Brazelton, M.D. Dalam rentang usia 0-3 tahun, pengasuh utama ini diharapkan adalah orang yang sama, sehingga bisa memberikan pengayoman yang konsisten, terus-menerus dan berkesinambungan, karena hanya dengan jalan itulah anak bisa memperoleh rasa aman. Apabila anak terlanjur tergantung kepada seorang pengasuh utamanya, dan kemudian tiba-tiba pengasuh utama tersebut menghilang (meninggalkan anak), maka anak tidak mampu mengembangkan rasa aman yang kokoh dalam dirinya (inner sense of security nya tidak terbentuk baik).
Ketika terjadi masalah yang serius dalam hal relasi anak dengan pengasuh utamanya selama 3 tahun pertama, maka yang terancam adalah :
Pada 3 tahun pertama kehidupan, anak membentuk dasar-dasar pembelajaran tentang intimacy (relasi intim dengan orang lain). Pengalaman relasi intim pertama anak dengan primary caregiver nya di mana anak pertama kali membangun kepercayaan terhadap orang lain, membuat anak belajar tentang kehangatan dan kasih sayang. Melalui interaksi anak dengan primary caregivernya, anak juga belajar untuk berinisiatif bertindak, mengorganisir perilakunya, bertindak dengan tujuan, dan inilah yang merupakan dasar kemampuan berpikir logis dan terorganisir.
Ketika terjadi masalah yang serius dalam hal relasi anak dengan pengasuh utamanya selama 3 tahun pertama, maka yang terancam adalah :
- Harga diri anak (self-esteem)
- Kemampuan untuk peduli terhadap orang lain
- Motivasi untuk belajar
Pada 3 tahun pertama kehidupan, anak membentuk dasar-dasar pembelajaran tentang intimacy (relasi intim dengan orang lain). Pengalaman relasi intim pertama anak dengan primary caregiver nya di mana anak pertama kali membangun kepercayaan terhadap orang lain, membuat anak belajar tentang kehangatan dan kasih sayang. Melalui interaksi anak dengan primary caregivernya, anak juga belajar untuk berinisiatif bertindak, mengorganisir perilakunya, bertindak dengan tujuan, dan inilah yang merupakan dasar kemampuan berpikir logis dan terorganisir.
Relasi dengan primary caregiver juga merupakan tempat belajar yang pertama bagi anak dalam mengelola emosi. Alasannya adalah karena bermacam-macam emosi yang berbeda-beda terjadi di dalam sebuah relasi dan merupakan bagian dari sebuah relasi; ada kesenangan, kegembiraan, kepercayaan, tetapi juga ada kemarahan, kejengkelan, kekecewaan, pertentangan, sikap negatif. Bayi perlu belajar bahwa dia bisa merasakan perasaan-perasaan negatif itu, marah, jengkel, membangkang kepada orangtuanya, namun dengan keyakinan bahwa orangtuanya tetap ada di sisinya. Hanya dengan cara itulah dia memahami bahwa rasa marah/benci dan rasa cinta bukan terpisah sama sekali (bahwa perasaan-perasaan itu tidak berdiri sendiri-sendiri), melainkan bisa berhubungan satu sama lain. Dia bisa sekali waktu merasa benci namun tetap mencintai orang yg sama.
Tiap anak membutuhkan pengasuh yang akan menjadi bagian hidupnya melalui masa bayi, kanak-kanak, dan remaja. Kondisi di mana anak dirawat oleh pengasuh yang hanya hadir sementara waktu saja, bukanlah kondisi yang ideal, dan semestinya kondisi ini tidak dipilih demi perkembangan optimal anak.
Sumber : Brazelton, T.B., Greenspan, S.I., 2000. The Irreducible Needs of Children : What Every Child Must Have to Grow, Learn, and Flourish. Da Capo Press.
Kamis, 02 Januari 2014
Balas Budi kepada Orangtua
Ketika kita tak punya penghasilan sendiri, sehingga tak mampu memberikan kepada ayah-ibu kita hal-hal yang ingin kita berikan kepada mereka, kita pun menjadi sedih, memikirkan masihkah kita punya waktu untuk menyenangkan mereka, membalas budi selagi mereka masih hidup di dunia ini. Dengan keadaan kita saat ini, di mana kita belum bisa bergerak leluasa karena tanggung jawab membesarkan anak-anak kita, tampaknya kita belum bisa menggapai keinginan itu dalam waktu dekat.
Akan tetapi, mari kita saat ini melihat lagi, apa sebenarnya kebahagiaan itu sendiri. Sungguhkah materi adalah hal yang diinginkan orangtua kita, dan menjadi jalan bagi mereka untuk bahagia?
Mungkin kita tak bisa membiayai ayah-ibu kita bepergian ke luar negeri, membelikan perhiasan, pakaian, maupun hadiah lain yang mewah. Akan tetapi, bukankah sampai saat ini, mereka masih makan secukupnya, mengenakan pakaian layak, tinggal di tempat tinggal yang cukup nyaman? Dan, bukankah kita telah membuat mereka sungguh bahagia, hanya dengan mengijinkan mereka melihat keluarga kecil kita yang bahagia. Mereka tersenyum melihat keceriaan anak kita, cucu mereka. Mereka tak perlu bersedih hati melihat cucu mereka yang suka memberontak kepada orangtua. Mereka juga tak perlu terlalu lelah di usia mereka di mana tubuh mereka telah menjadi renta, karena kita tak membebani mereka dengan tugas mengurus anak kita.
Akan tetapi, mari kita saat ini melihat lagi, apa sebenarnya kebahagiaan itu sendiri. Sungguhkah materi adalah hal yang diinginkan orangtua kita, dan menjadi jalan bagi mereka untuk bahagia?
Mungkin kita tak bisa membiayai ayah-ibu kita bepergian ke luar negeri, membelikan perhiasan, pakaian, maupun hadiah lain yang mewah. Akan tetapi, bukankah sampai saat ini, mereka masih makan secukupnya, mengenakan pakaian layak, tinggal di tempat tinggal yang cukup nyaman? Dan, bukankah kita telah membuat mereka sungguh bahagia, hanya dengan mengijinkan mereka melihat keluarga kecil kita yang bahagia. Mereka tersenyum melihat keceriaan anak kita, cucu mereka. Mereka tak perlu bersedih hati melihat cucu mereka yang suka memberontak kepada orangtua. Mereka juga tak perlu terlalu lelah di usia mereka di mana tubuh mereka telah menjadi renta, karena kita tak membebani mereka dengan tugas mengurus anak kita.
Bukankah dengan tidak menambah beban hati mereka, kita telah melakukan hal yang cukup baik bagi mereka? Jika kita tak bisa membuat mereka tersenyum, maka setidaknya kita tidak membuat mereka menangis.
Materi hanyalah salah satu dari banyak jalan untuk memberikan kebahagiaan. Masih banyak hal di luar materi yang bisa memberikan kebahagiaan itu. Dan, bukankah, kita semua tahu, bahwa materi belaka itu sendiri, justru tak mampu mengusir kesedihan hati manusia, tak mampu menggantikan kebahagiaan yang terenggut dari hati. Ada sesuatu yang lain yang mengungguli materi, yang lebih efektif daripada materi untuk membuat hati manusia bahagia, yaitu CINTA. Kita punya kesempatan untuk menyatakan rasa sayang kita kepada orangtua kita, yaitu dengan memberikan waktu untuk mengadakan komunikasi kepada mereka, membuat mereka merasa spesial untuk hidup kita. Hadiah kecil bisa kita berikan tiap saat kepada mereka, entah itu hanya berupa secangkir teh, makanan kecil kesukaan mereka, atau pemberian-pemberian kecil lainnya yang tidak seberapa harganya. Sungguh, mereka lebih menghargai ketika kita memperlakukan mereka dengan penuh hormat dan sayang, ketika kita mau duduk bersama mereka berbagi cerita dengan mereka, daripada melimpahi mereka dengan hadiah mewah. Mereka membutuhkan pernyataan sayang dari kita lewat waktu yang kita berikan untuk mereka, senyuman, kata-kata lembut, bukan lewat harta.
Langganan:
Postingan (Atom)