Saya sangat tidak percaya bahwa jika kita sehari-hari
berkarir di luar rumah, dalam keadaan pisah dengan anak selama berjam-jam, kita
kemudian masih bisa meluangkan waktu secara berkualitas ketika pulang ke rumah.
Satu alasannya adalah karena kedekatan emosional itu pasti akan terkikis,
sekecil apapun terkikisnya. Maksud saya, ibu, sama halnya dengan anak, akan
menjadi terbiasa dengan keadaan terpisah itu. Bukti dari ini adalah apa yang
biasa saya lihat ketika berjalan-jalan di mal. Anak, yang biasa sehari-hari
bersama pembantunya atau babysitternya,
ketika di mal, juga digandeng atau digendong oleh babysitternya, meskipun saat itu mamanya juga bersamanya. Mamanya,
lebih suka berjalan dulu di depan, karena merasa anaknya telah dijaga aman oleh
babysitternya. Beberapa waktu yang
lalu, ketika berbelanja di swalayan, saya bahkan melihat, dua orang anak
perempuan, duduk di dalam keranjang belanjaan yang didorong oleh babysitternya, sementara mamanya, lebih
suka mendorong keranjang berisi barang-barang belanjaannya. Tak ada kontak atau
kebersamaan yang hangat antara kedua anak perempuan itu dengan mamanya. Menyedihkan
sekali, kan? Bukankah sama sekali tidak masalah, kalau si babysitter lah yang disuruh mendorong keranjang berisi barang, agar
mamanya bisa mendorong keranjang yang diduduki kedua anaknya itu?
Semua ini semakin membuat saya semakin jengkel kepada para
psikolog yang selalu menggembar-gemborkan bahwa tak ada masalah jika ibu
bekerja, berkarir. Semestinya, mereka berbicara lebih bijaksana, agar publik
tidak salah menangkap pesan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar