Selasa, 20 November 2012

Berada di Posisi Terbaik, Lakukan yang Terbaik

Dengan menjadi ibu yang full-time mengasuh anak, berarti kesempatan untuk mencapai perkembangan anak yang paling optimal sudah ada di tangan kita. Kesempatan untuk membentuk anak kita menjadi pribadi yang punya konsep diri positif, percaya diri, bahagia, kooperatif terhadap orangtua (patuh terhadap perintah/larangan orangtua), jujur, bermoral baik, penuh kasih sayang dan empati terhadap orang lain, semuanya ada dalam genggaman kita. Pertanyaannya, bagaimana hal ini benar-benar terwujud? Bagaimana supaya keberadaan kita di rumah benar-benar memberikan manfaat seperti yang kita harapkan?
Menjadi ibu yang full-time merawat, mengasuh anak, berarti kita telah menjadi figur yang paling dekat dengan anak, yang sehari-hari dilihat oleh anak, dan turut memainkan emosi anak. Jadi, kendali jelas sudah di tangan kita. Saya katakan, kita sudah berada di posisi TERBAIK. Kita hanya perlu berusaha agar kesempatan itu sungguh-sungguh menjadi kenyataan.

Yang menjadi kuncinya adalah cara kita berperilaku, cara kita berinteraksi dengan anak kita maupun cara kita memperlakukan orang lain. Kita memang bukan manusia sempurna, namun, ini bukan alasan untuk berhenti berusaha melakukan yang terbaik. Ahli psikologi sekalipun, yang mengerti benar tentang perilaku pengasuhan yang ideal, harus tetap berusaha untuk mempraktikkan pengetahuannya. Jadi, setelah kita memperkaya pengetahuan kita tentang apa yang baik dalam mengasuh anak (misalnya dengan membaca-baca tips perkembangan anak), yang perlu kita lakukan adalah mempraktikkan tips-tips itu sebaik-baiknya.
Dalam praktik, ada kendala-kendala yang umumnya kita hadapi. Beberapa kesalahan yang biasanya kita lakukan :

Memberikan contoh buruk
Sifat buruk kita, secara tidak sadar kita biarkan terlihat oleh anak, dan menjadi contoh buruk baginya. Mungkin kita adalah orang yang ceroboh dan tidak rapi, tidak sabar, sulit mengendalikan kata-kata ketika marah, suka main pukul, suka mencela orang lain, atau enggan bersosialisasi dengan orang lain. Sifat-sifat buruk ini, tentu saja tidak ingin kita wariskan kepada anak kita. Jadi, apa yang sebaiknya kita lakukan? Yang paling penting adalah menyadari terlebih dahulu sifat-sifat buruk kita. Dengan menyadarinya, kita akan lebih mampu untuk mawas diri dalam perilaku sehari-hari. Tujuan kita bukanlah untuk menampilkan figur sempurna kepada anak, karena anak juga perlu melihat bahwa diri kita bukanlah manusia serba baik dan sempurna, anak perlu mengetahui bahwa kita juga penuh cacat dan kelemahan. Akan tetapi, kita hanya berusaha meminimalkan contoh buruk yang bisa dilihat oleh anak.

Kurang efektif dalam menghabiskan waktu bersama anak
Kita mungkin selalu berada di samping anak, dalam atap yang sama, namun, kita tidak bisa selalu fokus ke anak. Pekerjaan rumah tangga, biasanya sangat banyak menyita waktu kita. Oleh karena kita tidak bisa meninggalkan begitu saja urusan rumah terbengkalai, yang bisa kita lakukan adalah lebih fleksibel mengatur waktu. Ketika anak sedang ingin bermain bersama kita, kita bisa meninggalkan sejenak pekerjaan rumah, dan menemani anak lebih dahulu. Bermain bersama anak tidak hanya membuat anak merasa dirinya berharga, tapi juga bisa mengasah inteligensi dan kreativitas mereka. Kita bisa melakukan permainan pura-pura (mengarang cerita dalam permainan), membuat mainan dari barang-barang yang ada di sekitar kita, membacakan buku cerita, menonton film bersama sambil memperjelas cerita dalam film tersebut, atau sekedar bersenang-senang dengan anak, misalnya main gelitik, kejar-kejaran. 
Di tengah kesibukan kita, akan baik bila kita bisa bermain bersama anak 1-2 jam sehari. Godaan untuk menonton acara televisi, maupun untuk BBM-an, surving internet, facebook-an, mesti kita kendalikan. Idealnya, kita lakukan hobi atau kesenangan pribadi itu pada waktu anak tidur, atau setidaknya, batasi waktunya jika kita ingin melakukan hal-hal seperti itu saat anak dalam kondisi bangun. (Lagipula, bukankah melakukan kesenangan pribadi seperti itu dengan mengabaikan anak hanya akan membuat kita merasa bersalah?)

Sekali lagi, kita sudah di jalur yang benar, tinggal selangkah lagi untuk mendidik anak menjadi individu yang berkepribadian positif. Kita sudah terlanjur meninggalkan segala-galanya, jadi, sekarang, saatnya kita dengan total menjalani peran ini. Ayo semangat! Kita pasti bisa!

Hasil Investasi Kita

Dengan berada di rumah, menghabiskan waktu bersama anak, merawat, menyediakan kebutuhan anak, bermain, bercanda dengan anak, hampir bisa dipastikan bahwa kita punya relasi yang baik dengan anak. Relasi yang baik dengan anak, inilah yang sesungguhnya merupakan kunci membentuk kepribadian positif anak. Bukti bahwa relasi yang baik dengan anak bermanfaat untuk pembentukan kepribadiannya adalah sebagai berikut :

Anak menjadi kooperatif terhadap orangtua (lebih patuh)
Jika anak merasa dekat dengan kita, dan sayang kepada kita, dia pasti ingin menyenangkan hati kita. Dia pun akan lebih terbuka untuk menerima kata-kata kita, nasihat, peraturan yang kita berikan. Mereka akan lebih patuh, bukan karena takut, melainkan karena dari dalam hati, mereka ingin kita merasa senang. Kebahagiaan kita adalah kebahagiaan mereka. Saya telah membuktikan sendiri, betapa relasi yang baik dengan anak merupakan senjata paling ampuh untuk membuat anak patuh, bahkan tanpa pukulan, bentakan, atau ancaman.

Anak menjadi peka terhadap perasaan orang lain
Anak yang merasa dicintai, diperhatikan kebutuhannya, normalnya akan tumbuh menjadi anak yang peka terhadap perasaan orang lain. Jika kita sebagai ibunya selama ini selalu memenuhi kebutuhannya (bukan keinginannya), menghangatkannya saat ia kedinginan, menidurkannya saat ia lelah, memberinya makan saat dia lapar, memberinya pelukan, ciuman, yang menggembirakan hatinya, ia juga akan belajar memperhatikan kebutuhan orang lain. Sumber kemampuan berempati adalah dari pengalaman diperhatikan perasaannya oleh orang lain.

Anak menjadi pribadi yang punya keterampilan interpersonal baik
Banyak sekali penelitian Psikologi mengenai pentingnya kedekatan emosional anak dengan ibu pada awal kehidupannya. Anak yang mempunyai kelekatan aman (secure attachment) dengan sosok pengasuhnya (ibu) akan tumbuh menjadi pribadi yang punya kemampuan interpersonal baik. Anak seperti ini akan menjadi mampu bersikap hangat dalam interaksinya dengan orang lain, menjadi orang yang penuh kasih sayang, bukan menjadi orang yang kejam yang suka menyakiti orang lain.

Anak menjadi pribadi yang jujur dan tulus
Orangtua selalu mengidamkan punya anak yang jujur. Kejujuran ini sebenarnya akan terjadi secara otomatis manakala seseorang merasa diterima, dicintai apa adanya. Mengasuh anak dengan penuh kasih sayang akan membuat anak merasa diterima apa adanya dan merasa bahwa dirinya berharga. Dia akan berpikir bahwa kita selalu mencintainya apapun yang dilakukannya, siapapun dia. Akibatnya, ia akan berani menjadi dirinya sendiri, jujur, dan apa adanya. Ia menjadi pribadi yang tulus, yang sama antara pikiran, perkataan, dan perilakunya.

Anak menjadi pribadi yang percaya diri
Yang saya maksudkan dengan percaya diri bukanlah keberanian untuk tampil di depan orang banyak. Yang saya maksudkan dengan percaya diri adalah keyakinan seseorang bahwa dirinya merupakan individu yang baik dan berharga. Orang yang percaya bahwa dirinya baik, tidak perlu pengakuan dari orang lain untuk membuat dirinya merasa berharga, ia tidak haus akan pujian, sampai-sampai berpura-pura jadi orang lain karena ingin diterima oleh orang lain. Ia juga tidak mudah tersinggung atau merasa harga dirinya dijatuhkan oleh orang lain, karena dalam hatinya, ia tahu bahwa dirinya memang berharga. Orang yang seperti ini akan terlihat sebagai orang yang tenang, stabil emosinya, tidak mudah marah karena tersinggung, apalagi sampai menyerang orang lain hanya gara-gara tersinggung.

Jadi, tumbuhnya anak menjadi pribadi yang bahagia, punya kemampuan sosial baik, menghargai orang lain, penuh kasih sayang terhadap orang lain, mampu berempati adalah kesempatan emas yang sudah ada dalam genggaman kita. Yang saya sebutkan di atas adalah perkembangan kepribadian anak karena faktor relasi yang baik dengan figur orangtua saja, belum termasuk sifat positif lainnya yang mungkin dikembangkan anak karena peran kita sebagai ibu rumah tangga fulltime, misalnya anak tumbuh menjadi pribadi yang mau hidup sederhana, bijaksana dalam mengelola uang, tidak boros, tidak materialistis, karena mereka sehari-hari melihat sendiri bagaimana kita sangat hati-hati mengatur pengeluaran. Kita tahu bahwa kesalahan umum yang dilakukan orangtua yang berkelimpahan materi adalah memanjakan anak dengan fasilitas atau terlalu cepat memenuhi keinginan anak akan suatu barang. Biasanya ini diperburuk karena orangtua yang terlalu sibuk bekerja mempunyai rasa bersalah terhadap anak oleh sebab ia tahu bahwa dirinya tidak memberikan cukup waktu untuk mendampingi anak, sehingga dalam usaha menunjukkan rasa sayang terhadap anak, mereka cenderung menunjukkannya dalam bentuk materi. 
Bila Anda ingin bukti lebih lanjut tentang dampak positif peran kita sebagai ibu yang fulltime mendampingi anak, Anda bisa melihat tips-tips perkembangan anak. Anda akan dapati bahwa semua tips yang disebutkan adalah sangat mudah diterapkan apabila Anda sebagai ibu berada mendampingi anak Anda, mengasuh sendiri anak Anda.
Sebagai referensi, Anda bisa melihat tips perkembangan anak di blog saya :