Minggu, 27 Oktober 2013

Jika Tak Ada Kasih Sayang yang Cukup ...

Para ahli yang peduli terhadap anak (di antaranya Stanley I. Greenspan, M.D., Steve Biddulph), menandaskan bahwa kasih sayang adalah nutrisi vital untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Seorang anak menjadi terganggu perkembangannya, baik perkembangan emosional, sosial, maupun intelektual dan fisik, jika ia tidak dirawat oleh seseorang yang mengayomi dan mencukupi kebutuhannya akan cinta kasih. Jalan satu-satunya untuk membangun mental yang sehat, dan demikian membentuk pula perilaku yang sehat, adalah dengan mencukupi kebutuhan anak akan sebuah pengasuhan, perawatan, dan pengayoman yang penuh cinta pada tahun-tahun pertama kehidupan anak.
Dalam bukunya "The Challenging Child," Stanley I. Greenspan, M.D., membahas bahwa pengasuhan/perawatan yang kurang kasih sayang berisiko pada terjadinya masalah perilaku pada anak, antara lain perilaku agresif (suka menyakiti orang lain), manja (suka menuntut dan rakus), ketidakmampuan mengasihi orang lain, ketidakmampuan berempati, sikap apatis, perilaku menarik diri, dan perilaku merusak-diri.

"Kekurangan pengayoman (perawatan dgn cinta kasih) bisa mengarah pada perilaku agresif pada siapapun - baik anak yang sensation-seeking (karakter fisiknya mencari sensasi indra), maupun yang bukan. Anak yang aktif dan sensation-seeking memang mempunyai kemungkinan lebih besar untuk mengalami pola perilaku agresif ini. Sementara anak lain yang kurang kasih sayang akan cenderung menunjukkan trauma ini dalam cara yang lain, yaitu sikap apatis dan menarik diri atau perilaku yang merusak-diri.
Proses pembentukan kelekatan kepada seseorang (attachment) - yang semestinya dimulai saat masa bayi dan berlanjut selama masa kanak-kanak - adalah fondasi esensial bagi perkembangan rasa kemanusiaan, sebuah perasaan penuh kasih, dan perhatian/kepedulian untuk orang lain. Tanpa adanya kontak cinta di masa bayi dan awal masa kanak-kanak, rasa keterkaitan dengan sesama mungkin selamanya tidak akan terbentuk. Anak akan melihat orang lain sebagai benda untuk disepak atau dimusnahkan ketika mereka menghalangi jalan. Mereka tidak bisa peduli kepada orang lain karena tidak ada seseorang yang secara konsisten peduli kepada mereka."

Lack of nurturing can lead to aggressive behavior in any child - whether or not he is sensation-seeking. The active, sensation-seeking child simply has a greater likelihood of such a pattern. Other children who are deprived of love are more likely to show their trauma in other ways, such as apathy and withdrawal or self-destructive behavior.
The process of forming an attachment to someone - which should begin in infancy and continue throughout childhood - is an essential foundation for developing a sense of shared humanity, a feeling of compassion, and concern for others. Without loving contact in infancy and early childhood, a sense of human connectedness may never materialize. The child may view other people as things to be kicked or destroyed when they stand in the way. They can't care for others because no one has consistently cared for them. (p. 238-239,242)


Pada bagian yang lain dalam buku tersebut, Stanley I. Greenspan juga mengatakan bahwa apabila anak tidak mendapatkan pengayoman dan cinta kasih yang cukup, dia akan menjadi suka menuntut dan rakus, karena dia terus-menerus merasa lapar.

"Perilaku manja sering terjadi ketika anak merasa tidak aman : Jika tidak ada pengayoman dan kasih sayang yang cukup, anak menjadi suka menuntut dan rakus, ugal-ugalan (tidak bertindak dgn pertimbangan) dan agresif, karena dia 'merasa lapar'."

Spoiled behavior often persists when the child feels insecure : if there is not enough nurturing, the child becomes demanding and greedy, inconsiderate and aggressive because he is hungry for more (p. 159).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar