Kamis, 25 April 2013

Jangan Cemaskan Kemandirian Anak

Tidak sedikit ibu rumah tangga yang cemas ketika melihat bahwa anaknya cengeng dan sulit berpisah dari ibu saat anak-anak ini mulai masuk sekolah. Kenapa anak-anak kita ini tampak lebih manja dibandingkan dengan anak-anak lain? Apa benar ini salah kita, yaitu gara-gara kesehariannya kita selalu ada di samping anak dan selalu siap menolongnya, sehingga anak kita menjadi lebih manja dan tergantung pada kita, ibunya? Kalau diamati, mengapa justru anak-anak yang ibunya full-time di rumah ini, tampak sebagai anak 'sulit'?
Sulitnya anak berpisah dari ibu, memang tak lain disebabkan karena selama ini, ibu menghabiskan waktu paling banyak bersama anak dan dengan demikian ibu menjadi figur lekat anak. Anak merasa paling nyaman berada bersama ibunya, dan ini sama sekali tidak salah, karena anak berarti sudah mengembangkan apa yang disebut secure attachment. Secure attachment ditandai dengan kecenderungan anak untuk mencari dan mendekat pada figur lekatnya ketika ia merasa tidak aman atau ketakutan.
Anak-anak yang mengembangkan kelekatan dengan ibunya, kurang percaya pada orang lain yang asing. Akan tetapi, kondisi ini tidak berlangsung lama. Anak yang telah berhasil mengembangkan secure attachment, hanya pada waktu awal-awal saja merasa tidak nyaman. Ia mempunyai landasan rasa aman yang kuat dalam dirinya, sehingga, dengan sejenak beradaptasi - yaitu melihat dan menilai kondisi lingkungan barunya, ia pun akan segera merasa aman dalam lingkungan baru tersebut.
Lantas, apakah anak-anak ini di kemudian hari akan tetap menjadi anak yang kurang mandiri, khususnya dibandingkan dengan anak-anak yang ibunya bekerja? Beberapa penelitian mengungkap bahwa efek positif dari berkarirnya ibu di luar rumah adalah kemandirian anak. Tentu saja ini benar. Anak-anak yang ibunya bekerja memang lebih mandiri. Mereka lebih cepat mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Tapi, kita perlu cermati apa yang ada di balik kemandirian mereka. Mengapa mereka mandiri? Jawabannya adalah karena sehari-hari mereka sudah terbiasa dengan keadaan sendiri dan tidak menemukan orang yang selalu dapat diandalkan untuk menolongnya, sehingga mereka pun belajar mengandalkan dirinya sendiri. Jadi, bukankah kondisi tersebut sebenarnya adalah kondisi 'terpaksa'? Mereka mencoba-coba memenuhi kebutuhannya sendiri karena tak ada orang lain yang bisa dimintai tolong setiap saat. Dengan kata lain, apa yang ada di balik kemandirian ini adalah rasa tidak percaya pada orang lain, rasa tidak percaya bahwa orang lain bisa diharapkan untuk menolong atau bisa menjadi tempat bergantung saat dirinya membutuhkan.
Saya adalah anak yang dibesarkan oleh seorang ibu rumah tangga full-time. Mengenai kekurangmandirian saya, saya memang mengakuinya. Akan tetapi, saya telah membuktikan bahwa kemandirian bisa terbentuk dalam waktu yang singkat. Begitu saya menikah, saya dilepas oleh ibu saya. Pertama, saya akui memang berat. Saya harus mulai mengurus urusan rumah tangga sendiri dan juga merawat anak sendiri. Saya yang selama tinggal serumah dengan ibu saya hampir tak pernah mencuci pakaian, menyetrika, masak, bersih-bersih, kini harus mengerjakan tugas-tugas itu sendiri. Anehnya, keadaan terpaksa ini, nyatanya berhasil membuat saya mampu mengerjakan tugas-tugas itu! Jadi, dalam hitungan 1-2 tahun pernikahan, saya sudah terbiasa melakukan tugas-tugas itu secara mandiri. Yang ingin saya katakan di sini adalah, jangan kita berkecil hati saat melihat anak kita tampak tidak mandiri. Yakinlah bahwa kemandirian itu bisa dibentuk dalam waktu singkat. Ketika anak tumbuh dewasa, dan makin mampu secara fisik, ia pasti mampu menjadi mandiri. Yang dibutuhkannya hanyalah kemauan (dan keadaan terpaksa, hehehe). Membentuk kemandirian jauh lebih mudah daripada meletakkan dasar rasa aman dan percaya terhadap orang lain.
Yang perlu diperhatikan hanyalah kita berusaha agar anak belajar menguasai berbagai keterampilan, termasuk keterampilan bantu diri, dengan tujuan supaya mereka mengembangkan perasaan mampu. Jangan selalu turuti permintaan anak jika kita tahu bahwa mereka bisa melakukannya sendiri. Beri mereka kepercayaan dan dukung mereka semakin terampil, dan demikian, mereka merasa mampu, sehingga ketika berada bersama teman-teman atau menerima tuntutan tugas, mereka juga lebih percaya diri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar